Minggu, 23 Maret 2008

BERHUMOR DENGAN SERIUS YUKZ!!!

Pada tulisan sebelumnya telah disinggung bahwa perkembangan humor dan komedi memang sangat pesat terutama di televisi yang dianggap sebagai agama baru di Indonesia. Ya, ini adalah anggapan yang tidak terbantahkan lagi. Program bergenre humor berkembang seperti jamur dalam habitat yang lembab. Rating dan share tinggi menjadi acuan para produser tivi untuk berlomba-lomba memproduksi program humor. Acuan yang dianggap menjadi representasi dari keinginan masyarakat, meskipun akhir-akhir ini rating menemui kontorversi mengenai benar tidaknya menjadi cermin masyarakat dalam mengkonsumsi televisi.

Sebuah kemajuan yang memang patut dihargai dalam bidang humor dan komedi. Humor dianggap sebagai ukuran kedewasaan suatu masyarakat. Apabila humor dapat berkembang dalam suatu masyarakat itu menunjukan bahwa masyarakat tersebut lebih dewasa dalam menghadapi persoalan. Sebagai contoh, penerimaan humor politik oleh masyarakat itu menunjukan bahwa masyarakat lebih terbuka dan menjadikan topik politik lebih ringan untuk dibicarakan. Hanya saja yang menjadi masalah di Indonesia adalah bentuk kedewasaan seperti apa??

Humor politik memang mulai berkembang di Indonesia. Kehadiran Republik BBM seakan menjadi sebuah momentum besar yang menunjukan adanya keberanian untuk menampilkan sesuatu yang selama ini dianggap menakutkan untuk dibicarakan secara terbuka. Topik politik yang dikatakan penuh dengan intrik berhasil dikemas dalam sebuah acara penuh tawa tentu saja tanpa mengabaikan esensi dari apa yang dilontarkan. Sebuah humor penuh dengan sindiran yang diharapkan membangun. Namun, apakah genre humor seperti memang dapat bertahan lama? Apakah permintaan masyarakat terhadap humor seperti ini akan bertahan atau bahkan meningkat?

Humor politik semakin lama semakin tergeser. Kalah dengan humor-humor yang berbau seksual. Humor yang cenderung slapstick. Memang tidak ada salahnya karena bagaimanapun juga ini merupakan sebuah karya dari para komedian kita. Hanya saja tidak ada salahnya juga apabila kita hubungkan dengan kategori humor seperti, yang telah disinggung sebelumnya, dengan humor berkelas dan tidak. Humor berkelas dimana ada makna yang memang sengaja diselipkan agar sampai kepada masyarakat dan humor tidak berkelas atau kurang berkelas yang lebih cenderung mengejar tawa penonton dibanding dengan esensi atau makna dibalik humor tersebut.

Meminjam istilah dari seorang pakar HUMOR, Arwah Setiawan, bahwa HUMOR ITU SERIUS1. Kualitas suatu gejala humor ditentukan oleh semakin lucu ia disampaikan dan semakin serius bahan yang disampaikan. Dalam pengertian ini digunakan istilah gejala humor yang merujuk pada humor sebuah hasil cipta atau sebagai gejala. Humor yang memang sengaja diciptakan untuk menjadi sebuah humor. Dalam gejala humor, gaya dan tata penyampainnya yang lucu. Sedangkan bahan atau subject matter seyogyanya serius2.

Konsep Humor itu serius sangat terkait dengan fungsi humor. Hiburan merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia untuk mempertahankan diri dari tekanan kehidupan dan humor adalah salah satu bentuknya. Humor menjadi media untuk menyampaikan uneg-uneg secara lebih halus dan juga menjadi sebuah media untuk menyampaikan suatu kritik tanpa harus menyakiti objeknya. Fungsi ini memang mengarah pada humor satire yang sering diidentikan dengan humor berisi kritik sosial maupun politik. Namun, humor juga dapat digunakan untuk membantu menyampaikan informasi serius kepada khalayak dengan bahasa yang ringan dan menghibur dengan tujuan mudah diterima dan dicerna oleh mereka3. Inilah point yang menuntut keseriusan dalam humor.

Keseriusan dalam humor memerlukan intelektualitas tinggi dari penciptanya. Seorang humoris berkualitas tidak hanya sekedar melucu yang mengarah pada slapstick, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk memasukan bahan-bahan serius yang memang perlu untuk disampaikan kepada khalayak. Inilah yang sepertinya masih miskin di Indonesia. Tidak banyak pelaku humor memperhatikan aspek seperti ini. Apalagi di televisi, munculnya program humor seakan hanya ingin memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai audience. Tidak mempedulikan apakah humor tersebut berkualitas atau tidak. Keseriusan dalam budaya humor di Indonesia masih sangat minim.

Fenomena ini pantas mendapatkan perhatian. Ada dua aspek kajian yang mungkin memudahkan kita mendapatkan pemetaan masalah. Ini hanyalah renungan dari penulis yang masih memerlukan kajian lebih dalam. Karena ini menyangkut media massa, yaitu televisi, kita dapat melihat dari komunikator dan komunikannya. Komunikator disini adalah para creator program dan yang terlibat dalam program tersebut, sedangkan komunikan tentu saja masyarakat yang berperan sebagai audience.

Sebenarnya kita berharap bahwa tidak terjadi krisis intelektualitas pada para creator program humor. Aspek intelektual yang merupakan kekuatan untuk menghasilkan sebuah humor berkualitas, mengacu pada keseriusan dalam berhumor. Dan kita juga pasti tidak berharap terjadi krisis kreativitas dalam dunia humor yang mampu menggali objek-objek humor serius. Objek serius yang mampu dikemas dalam wadah humor. Republik BBM yang sekarang digantikan oleh Republik Mimpi membuat kita bisa berpikir optimis. Bahwa memang ada orang Indonesia yang mampu menghasilkan humor berkualitas. Hal ini selayaknya menjadi sebuah semangat bagi creator lainnya untuk berkarya lebih serius.

Atau memang masyarkat kita yang belum terlalu mampu untuk menerima humor serius. Bukankah sesuatu yang dikemas dengan humor diharapkan dapat lebih mudah dan ringan diterima oleh masyarakat? Ataukah masyarakat memang penat dengan hal-hal serius meskipun sudah dikemas dalam humor. Rating dan share yang tinggi pada acara humor yang ya terbilang semakin lama semakin turun kualitasnya bisa menjadi cermin bahwa masyarakat masih menggandrungi humor model seperti ini. Bila terjadi krisis intelektualitas lebih mungkin terjadi pada sisi masyarakat yang notabene masih banyak yang berpendidikan rendah. Humor dipandang hanya sebagai hiburan semata yang tidak terlalu penting untuk diperhatikan. Mereka menonton program humor untuk tertawa bukan untuk berpikir. Sedangkan berpikir adalah konsekuensi logis keberadaan humor berkualitas.

Seperti sebuah lingkaran setan. Media televisi yang menjadi tangan kapitalisme membenarkan adanya acara yang memang tidak terlalu bermakna bagi masyarakat tetapi meraup keuntungan banyak. Dan creator sebagai bagian dari industri terkadang tergeser idealismenya untuk menciptakan program terutama dalam hal ini humor yang berkualitas demi memenuhi kebutuhan pasar yang direpresentasikan oleh rating dan share. Apabila para pelaku industri mau sedikit memperhatikan apa yang terbaik untuk masyarakat, mereka tidak akan kehilangan pasar dan masyarakat akan mendapatkan informasi dan hiburan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Keberadaan humor serius akan membantu mengedukasi masyarakat dan menjadikan masyarakat Indonesia lebih dewasa, mengingat adanya keterkaitan antara budaya humor (tentu saja yang serius) dengan tingkat kedewasaan masyarakat.

1. Istilah ini juga dijadikan sebuah judul buku karangan dari M. Agus Suhadi. 1989. Humor itu Serius. Jakarta : Pustakakarya Grafikatama.
2. dari M. Agus Suhadi. 1989. Humor itu Serius. Jakarta : Pustakakarya Grafikatama. Hal. 12
3. Ibid. hal 13

Tidak ada komentar: